FATAHILLAH DALAM KESEJARAHAN

Tugas IBD 1 Kunjungan Situs Bersejarah Di Jabodetabek

Larasanti Dwi Permata
1PA06




Suatu waktu di bulan Oktober, dosen Ilmu Budaya Dasar Universitas Gunadarma memberi kami sebuah tugas. Tugas kelompok perdana sebagai salah satu syarat mengikuti UTS bulan November-Desember nanti. Titah beliau, kami diwajibkan berkunjung ke sebuah situs bersejarah di wilayah Jabodetabek, mengabadikan beberapa objek disana, mencatat informasi, dan akhirnya berdiskusi untuk membuat sebuah tulisan mengenai lokasi yang kami kunjungi tersebut.

Setelah berunding dan mencari informasi di internet mengenai konten situs dan besarnya biaya masuk, kami memutuskan untuk mengunjungi Kota Tua Jakarta, tepatnya di Museum Fatahillah.

20 Oktober kami berangkat menggunakan fasilitas umum commuter line, yang membuat perjalanan kami mudah dan cepat. Meski kala itu kami berlima tak mendapatkan kesempatan duduk karena bangku kereta telah terisi penuh, kami tak merasa lelah. Memang fasilitas commuter line sekarang benar-benar memadai. Perjalanan kami dimulai di Stasiun Pondok Cina, dan berakhir di Stasiun Jakarta Kota.

Memasuki wilayah Kota Tua, nuansa lama mulai terasa. Bersitan-bersitan bekas luka jaman penjajahan Belanda memenuhi dada. Mungkin sebagian orang menepis rasa demikian, karena mereka memilih tak percaya dengan energi lain di luar tubuhnya. Tapi kita tak mampu mengungkiri, dan kalau kita bersedia jujur, energi lain itu ada, dan mereka nyata. Kita sama-sama diberi kesempatan untuk merasakannya. Tapi seperti yang sudah saya katakan tadi, banyak manusia yang memilih tak peduli.

Kami bersyukur saat kami disana, lokasi tak terlampau ramai pengunjung, jadi kami bisa puas mendokumentasi dan mencermati objek yang ada.

Di pelataran menuju lapangan utama Kota Tua, terdapat banyak bola semen dan di samping kanan-kiri ada properti untuk pengunjung yang ingin foto bersama artis jalanan yang bergaya Belanda.
Kami langsung berjalan menuju Museum Fatahillah. Sebelumnya, tentu kami membeli tiket terlebih dahulu. Kondisi Museum kala itu sedang dalam masa pemugaran sehingga bagian luarnya kurang menarik untuk difoto. Namun di satu sisi memberikan daya Tarik tersendiri bagi para urban photographer.

Museum Fatahillah dari sisi dalamnya demikian bersih. Dengan pencahayaan yang tak terlalu terang, membuat kami makin merasa sedang ada di tahun-tahun penjajahan, dimana Museum Fatahillah dulu berfungsi sebagai Gedung Balaikota Batavia, dan dibangun pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Jan Pieterzoon Coen, sekitar tahun 1602.

Dalam museum bisa kita dapati kursi-kursi khas era Barrock, dengan ukiran-ukiran yang detail, kaca besar yang frame nya berukir juga, lemari kaca besar seperti dalam film-film klasik Disney, lemari kecil, hingga kayu tempat tidur berukuran jumbo.

Kalau kita berjalan ke bagian belakang museum, terdapat penjara pria dan wanita yang letaknya terpisah. Namanya juga penjara, meski sudah berates tahun terlewat, suasana seramnya tetap mengikat. Pengap, lembab, gelap.

Secara keseluruhan, perawatan Museum Fatahillah sudah baik. Membuat nyaman dan pastinya menambah pengetahuan!

Nah, berikut kami cantumkan foto dan informasi mengenai Museum Fatahillah:


    


        



     

 

Komentar

Postingan Populer